Sunday, September 8, 2019

Surat Al-Baqarah Ayat 177 (Kultum 05-09-2019)


Terjemah Arti:
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.

Makna : (Tafsir Kementrian Agama RI)
Ayat ini menunjukkan bahwa ajaran Islam terdiri dari 'Aqidah dan syari'at. 'Aqidah menerangkan tentang keimanan seperti yang disebutkan pada ayat tersebut, dan syari'at menerangkan tentang amalan-amalan yang diperintahkan dalam Islam, di mana pada amalan tersebut terdapat akhlak kepada Allah dan akhlak kepada manusia. Maksudnya: Kebaikan menurut Allah, bukanlah terletak dalam hal menghadap timur dan barat dalam ibadahnya, sebagai bantahan terhadap sangkaan orang yahudi dan Nasrani ketika mereka menyangka bahwa kebaikan itu terletak ketika seseorang menghadap dalam shalatnya ke arah ini atau ke arah itu.

Ayat ini secara umum menyatakan bahwa kebajikan terletak pada keta'atan kepada Allah dan mengikuti perintah-Nya seperti dengan melaksanakan apa yang disebutkan dalam ayat di atas. Seperti mengimani bahwa Allah Mahaesa, yang satu-satunya berhak disembah tidak selain-Nya, memiliki sifat sempurna dan bersih dari segala kekurangan. Dengan beriman kepada semuanya. Harta adalah sesuatu yang dicintai oleh jiwa manusia, karenanya sangat berat untuk dikeluarkan. Oleh karena itu, barangsiapa yang mampu mengeluarkannya padahal ia mencintainya, maka hal itu merupakan burhan (bukti) terhadap keimanannya.

Termasuk dalam hal ini adalah bersedekah ketika ia dalam kondisi sehat, bakhil dan berharap ingin kaya serta takut miskin, bersedekah ketika harta hanya ada sedikit, bersedekah dengan harta yang berharga atau harta yang sangat dicintainya. Ini semua merupakan contoh mengeluarkan harta yang dicintainya. Anak yatim adalah anak yang ditinggal wafat bapaknya ketika ia belum baligh. Hal ini termasuk dalil bahwa Allah Subhaanahu wa Ta'aala lebih sayang kepada hamba-hamba-Nya daripada sayangnya orang tua kepada anaknya. Allah Subhaanahu wa Ta'aala mewasiatkan hamba-hamba-Nya dan mewajibkan mereka untuk berbuat ihsan kepada orang yang kehilangan pengurusnya, padahal ia membutuhkan pengurus. Yakni mereka tertimpa kebutuhan yang menghendaki untuk meminta-minta.

Misalnya mereka yang menanggung diat karena jinayat, terkena tanggungan berat dari pemerintah, atau seperti yang disebutkan dalam hadits berikut, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya meminta-minta tidaklah halal kecuali bagi salah seorang di antara tiga golongan ini:
(1) Seorang yang menanggung hutang orang lain, ia boleh meminta-minta sampai ia bisa melunasinya, kemudian ia berhenti.
(2) Orang yang tertimpa musibah yang menghabiskan hartanya, ia boleh meminta-minta sampai ia mendapatkan penopang hidupnya, dan
(3) Orang yang tertimpa kemiskinan sehingga tiga orang yang berakal dari kaumnya menyatakan “Si fulan telah tertimpa kemiskinan” maka ia boleh meminta-minta sampai mendapatkan penopang hidupnya. Meminta-minta selain dari tiga hal itu, wahai Qabiishah, adalah haram dan orang yang memakannya adalah memakan yang haram.” (HR. Muslim, Abu Dawud, Ibnu Huzaimah dan Ibnu Hibban)

Demikian juga orang-orang yang meminta-minta untuk keperluan maslahat banyak orang seperti untuk pembangunan masjid, pesantren, jembatan dan lain-lain, mereka ini perlu dibantu meskipun masih sanggup. Termasuk ke dalam memerdekakan budak adalah memerdekakannya, membantunya agar dapat merdeka, membantu melunasi hutang kebudakannya seperti mukatab, menebus para tawanan yang tertawan di tengah-tengah orang kafir atau ditawan oleh orang-orang yang zhalim. Sudah dijelaskan sebelumnya mengapa shalat dan zakat sering digandengkan secara bersamaan, karena keduanya merupakan ibadah dan cara mendekatkan diri kepada Allah yang paling utama. Di dalamnya terdapat ibadah hati, badan dan harta, dan dengan keduanya iman dapat ditimbang serta dapat diketahui keyakinan yang ada pada pemiliknya. Baik berjanji kepada Allah maupun kepada manusia. Seperti kemiskinan.

Dalam menghadapi musibah kemiskinan butuh kesabaran, karena dalam kemiskinan seseorang merasakan kepedihan hati dan badan yang tidak dirasakan pada musibah lainnya. Ketika orang kaya dapat menikmati kesenangan, sedangkan dirinya tidak, hatinya terasa pedih. Ketika dirinya lapar atau orang yang ditanggungnya lapar, ia terasa pedih. Ketika ia memakan makanan yang tidak sesuai dengan seleranya, ia terasa pedih. Saat melihat apa yang ada di hadapannya serta persiapan untuk masa mendatang, ia terasa pedih, dan ketika ia kedinginan karena temmpat tinggalnya ttidak melindunginya dari cuaca dingin, ia pun terasa pedih. Musibah seperti ini patut dihadapi dengan sabar sambil mengharapkan pahala dari Allah Azza wa Jalla. Seperti ketika sakit dengan berbagai macam bentuknya. Sakit pada badan membuat lemah badan dan membuat dirinya merasakan sakit dan kepayahan, terlebih ketika sakit itu lama sembuhnya. Ketika ini, kita pun diperintahkan untuk bersabar dan mengharap pahala dari Allah. Yakni mereka yang memiliki sifat-sifat tersebut atau memiliki 'aqidah yang shahih dan amalan yang shalih serta akhlak yang mulia. Yakni benar imannya atau pengakuannya sebagai orang yang melakukan kebajikan. Hal ini, karena amalan merupakan bukti keimanan.

No comments:

Post a Comment