Terjemah
Arti:
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah
timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu
ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab,
nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak
yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan
orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan
shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia
berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam
peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah
orang-orang yang bertakwa.
Makna
: (Tafsir Kementrian Agama RI)
Ayat ini menunjukkan bahwa ajaran Islam
terdiri dari 'Aqidah dan syari'at. 'Aqidah menerangkan tentang keimanan seperti
yang disebutkan pada ayat tersebut, dan syari'at menerangkan tentang
amalan-amalan yang diperintahkan dalam Islam, di mana pada amalan tersebut
terdapat akhlak kepada Allah dan akhlak kepada manusia. Maksudnya: Kebaikan
menurut Allah, bukanlah terletak dalam hal menghadap timur dan barat dalam
ibadahnya, sebagai bantahan terhadap sangkaan orang yahudi dan Nasrani ketika
mereka menyangka bahwa kebaikan itu terletak ketika seseorang menghadap dalam
shalatnya ke arah ini atau ke arah itu.
Ayat ini secara umum menyatakan bahwa
kebajikan terletak pada keta'atan kepada Allah dan mengikuti perintah-Nya
seperti dengan melaksanakan apa yang disebutkan dalam ayat di atas. Seperti
mengimani bahwa Allah Mahaesa, yang satu-satunya berhak disembah tidak
selain-Nya, memiliki sifat sempurna dan bersih dari segala kekurangan. Dengan
beriman kepada semuanya. Harta adalah sesuatu yang dicintai oleh jiwa manusia,
karenanya sangat berat untuk dikeluarkan. Oleh karena itu, barangsiapa yang
mampu mengeluarkannya padahal ia mencintainya, maka hal itu merupakan burhan
(bukti) terhadap keimanannya.
Termasuk dalam hal ini adalah
bersedekah ketika ia dalam kondisi sehat, bakhil dan berharap ingin kaya serta
takut miskin, bersedekah ketika harta hanya ada sedikit, bersedekah dengan
harta yang berharga atau harta yang sangat dicintainya. Ini semua merupakan
contoh mengeluarkan harta yang dicintainya. Anak yatim adalah anak yang
ditinggal wafat bapaknya ketika ia belum baligh. Hal ini termasuk dalil bahwa
Allah Subhaanahu wa Ta'aala lebih sayang kepada hamba-hamba-Nya daripada
sayangnya orang tua kepada anaknya. Allah Subhaanahu wa Ta'aala mewasiatkan
hamba-hamba-Nya dan mewajibkan mereka untuk berbuat ihsan kepada orang yang
kehilangan pengurusnya, padahal ia membutuhkan pengurus. Yakni mereka tertimpa
kebutuhan yang menghendaki untuk meminta-minta.
Misalnya mereka yang menanggung diat
karena jinayat, terkena tanggungan berat dari pemerintah, atau seperti yang
disebutkan dalam hadits berikut, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda: “Sesungguhnya meminta-minta tidaklah halal kecuali bagi salah seorang
di antara tiga golongan ini:
(1) Seorang yang menanggung hutang
orang lain, ia boleh meminta-minta sampai ia bisa melunasinya, kemudian ia
berhenti.
(2) Orang yang tertimpa musibah yang
menghabiskan hartanya, ia boleh meminta-minta sampai ia mendapatkan penopang
hidupnya, dan
(3) Orang yang tertimpa kemiskinan
sehingga tiga orang yang berakal dari kaumnya menyatakan “Si fulan telah
tertimpa kemiskinan” maka ia boleh meminta-minta sampai mendapatkan penopang
hidupnya. Meminta-minta selain dari tiga hal itu, wahai Qabiishah, adalah haram
dan orang yang memakannya adalah memakan yang haram.” (HR. Muslim, Abu Dawud,
Ibnu Huzaimah dan Ibnu Hibban)
Demikian juga orang-orang yang
meminta-minta untuk keperluan maslahat banyak orang seperti untuk pembangunan
masjid, pesantren, jembatan dan lain-lain, mereka ini perlu dibantu meskipun
masih sanggup. Termasuk ke dalam memerdekakan budak adalah memerdekakannya,
membantunya agar dapat merdeka, membantu melunasi hutang kebudakannya seperti
mukatab, menebus para tawanan yang tertawan di tengah-tengah orang kafir atau
ditawan oleh orang-orang yang zhalim. Sudah dijelaskan sebelumnya mengapa
shalat dan zakat sering digandengkan secara bersamaan, karena keduanya
merupakan ibadah dan cara mendekatkan diri kepada Allah yang paling utama. Di
dalamnya terdapat ibadah hati, badan dan harta, dan dengan keduanya iman dapat
ditimbang serta dapat diketahui keyakinan yang ada pada pemiliknya. Baik
berjanji kepada Allah maupun kepada manusia. Seperti kemiskinan.
Dalam menghadapi musibah kemiskinan
butuh kesabaran, karena dalam kemiskinan seseorang merasakan kepedihan hati dan
badan yang tidak dirasakan pada musibah lainnya. Ketika orang kaya dapat
menikmati kesenangan, sedangkan dirinya tidak, hatinya terasa pedih. Ketika
dirinya lapar atau orang yang ditanggungnya lapar, ia terasa pedih. Ketika ia
memakan makanan yang tidak sesuai dengan seleranya, ia terasa pedih. Saat
melihat apa yang ada di hadapannya serta persiapan untuk masa mendatang, ia
terasa pedih, dan ketika ia kedinginan karena temmpat tinggalnya ttidak
melindunginya dari cuaca dingin, ia pun terasa pedih. Musibah seperti ini patut
dihadapi dengan sabar sambil mengharapkan pahala dari Allah Azza wa Jalla.
Seperti ketika sakit dengan berbagai macam bentuknya. Sakit pada badan membuat
lemah badan dan membuat dirinya merasakan sakit dan kepayahan, terlebih ketika
sakit itu lama sembuhnya. Ketika ini, kita pun diperintahkan untuk bersabar dan
mengharap pahala dari Allah. Yakni mereka yang memiliki sifat-sifat tersebut
atau memiliki 'aqidah yang shahih dan amalan yang shalih serta akhlak yang
mulia. Yakni benar imannya atau pengakuannya sebagai orang yang melakukan
kebajikan. Hal ini, karena amalan merupakan bukti keimanan.
No comments:
Post a Comment