Indonesia
adalah negara dengan jumlah penduduknya sebagian besar muslim. Bahkan, negara
kita ini termasuk negara muslim terbesar di dunia. Apabila seluruh penduduk
muslim di Timur Tengah dikumpulkan menjadi satu, jumlahnya masih lebih banyak
Indonesia. Namun dengan jumlah muslim yang besar ini, kebanyakan dari mereka
belum memahami benar agama yang dianutnya sendiri. Kebanyakan masih kurang
memahami apa itu Islam, bahkan tidak memahami dua kalimat syahadat, kalimat
yang sangat penting dalam agama ini Sedikit banyak telah ada beberapa salah
persepsi mengenai dua kalimat syahadat. Padahal bila kita salah dalam memahami
dua kalimat syahadat ini, bisa dipastikan dalam melaksanakan ibadah selanjutnya
akan ada kesalahan di sana sini. Apalagi mengucapkan dua kalimat syahadat
adalah bagian dari rukun Islam yang pertama. Untuk itu marilah kita kaji
kembali, mengapa dua kalimat syahadat ini begitu penting.
Syahadatain
(dua kalimat syahadat) menjadi penting karena merupakan asas dan dasar bagi
rukun Islam lainnya, dan menjadi tiang untuk rukun iman dan dien. Syahadatain
merupakan ruh, inti dan landasan seluruh ajaran Islam. Oleh karena itu syahadah
menjadi sangat penting.
Lebih
detailnya lagi, ada beberapa hal yang menyebabkannya menjadi penting, yaitu
karena:
1.
Syahadah adalah pintu masuk ke dalam
Islam
2.
Syahadah adalah intisari ajaran Islam
3.
Syahadah adalah dasar-dasar perubahan
menyeluruh
4.
Syahadah adalah hakikat da'wah para
rasul
5.
Syahadah adalah keutamaan yang besar
Pertama : Syahadah adalah
pintu masuk ke dalam Islam
Pintu
masuk ke dalam Islam Sahnya iman seseorang adalah dengan menyatakan
syahadatain. Tanpa mengucapkan kalimat ini, maka amal yang dikerjakana bagaikan
abu, atau fatamorgana yang terlihat tapi tidak ada. Dalam Al Qur'an Allah
menyebutkannya bagaikan debu yang berterbangan, walaupun amal yang dilakukan
adalah amal yang baik sekalipun, namun tidak didasari oleh syahadat.
"Dan
Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu
(bagaikan) debu yang berterbangan." (QS. Al Furqan[25]: 23)
Allah
menjadikan amal mereka bagaikan debu yang berterbangan karena mereka tidak
beriman. Dengan demikian jelaslah bahwa syahadatain ini menjadi pembeda
manusia, mana yang muslim dan mana yang kafir.
Kedua :Syahadah
adalah Intisari ajaran Islam
Syahadah
juga merupakan intisari dari ajaran Islam. Artinya, pemahaman seorang muslim
terhadap agamanya (Islam), tergantung kepada pemahaman dia tentang syahadatain
itu sendiri. Paling tidak ada tiga prinsip dalam kalimat syahadatain ini:
1.
Pernyataan Laa ilaaha ilallah
merupakan penerimaan penghambaan atau ibadah kepada Allah SWT saja.
Melaksanakan minhajillah (sistem/aturan Allah SWT) merupakan ibadah kepada-Nya.
2.
Menyebut "Muhammad
Rasulullah" merupakan dasar bahwa penerimaan cara penghambaan itu dari
Muhammad SAW. Jadi, Rasulullah merupakan teladan dan ikutan dalam mengikuti
minhajillah.
3.
Penghambaan kepada Allah SWT meliputi
segala aspek kehidupan. Ia mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT, dengan
dirinya sendiri, dan dengan masyarakatnya.
Ketiga : Syahadah
adalah dasar-dasar perubahan menyeluruh
Dasar-dasar
Perubahan Total Syahadatain merupakan dasar yang dapat merubah seorang manusia
dalam aspek keyakinannya, pemikirannya, maupun jalan hidupnya. Perubahan di
sini meliputi berbagai aspek kehidupan manusia secara individu atau masyarakat.
Umat terdahulu langsung berubah ketika menerima kalimat syahadatain ini.
Sehingga mereka yang tadinya bodoh (jahiliyah) menjadi pandai, yang kufur
menjadi beriman, yang sesat mendapat hidayah, dsb. Artinya, syahadatain selain
dapat merubah individu, juga mampu merubah sebuah masyarakat, misalnya yang
tadinya saling bermusuhan dapat berubah menjadi masyarakat yang bersaudara di
jalan Allah. Contohnya adalah masyarakat Mekkah ketika zaman Rasulullah. Ketika
sebelum diutusnya Rasulullah SAW, masyarakat Mekkah ketika itu adalah
masyarakat yang jahil, banyak melakukan maksiat, suka mengkubur hidup-hidup
anak perempuan mereka, menyembah berhala, dsb. Namun ketika Rasulullah diutus
membawa risalah dengan syahadatainnya, maka masyarakat Mekkah dapat berubah
menjadi masyarakat yang penuh hidayah, menjauhi maksiat, tidak menyembah
berhala, dll.
Keempat : Syahadah
adalah hakikat da'wah para rasul
Hakikat
Da'wah Para Rasul Syahadah juga merupakan hakikat da'wah para Rasul. Setiap
Rasul semenjak nabi Adam AS hingga nabi Muhammad SAW, membawa misi da'wah yang
sama, yaitu Laa ilaaha ilallah (syahadah). Da'wah mereka senantiasa membawa dan
mengarahkan umatnya kepada pengabdian kepada Allah SWT saja.
Kelima : Syahadah Keutamaan
yang Besar
Yang
terakhir yang menyebabkan syahadah itu penting adalah karena syahadah itu
sendiri merupakan keutamaan yang besar. Banyak ganjaran dan pahala yang
diberikan oleh Allah SWT dan dijanjikan oleh Nabi Muhammad SAW. Dan syahadah
ini sendiri dapat menghindarkan kita dari neraka.
Dalam
Hadits dikatakan, "Allah SWT akan menghindarkan neraka bagi mereka yang
menyebut kalimat syahadah." Atau dalam hadits lain, Rasulullah SAW
bersabda, "Dua perkara yang pasti, kata Rasulullah SAW. Maka seorang
sahabat bertanya, "Apakah perkara itu ya Rasulullah?" Rasulullah SAW
menjawab, "Barangsiapa yang mati dalam keadaan tidak menyekutukan Allah
dengan sesuatu, ia tetap masuk surga." (HR. Ahmad).
Demikianlah
kelima hal yang menyebabkan syahadatain ini menjadi sangat penting. Semoga
setelah memahami hal ini, kita semakin termotivasi untuk lebih jauh memahami
apa itu Syahadatain, apa itu Islam. Yang pada akhirnya, memudahkan kita dalam
beribadah kepada Allah SWT. Amin.
Syahadat
yang Diterima Allah SWT
Sebagai
seorang muslim, tentu harus senantiasa mempertahankan diri agar keimanan kita
tetap terjaga. Dengan kata lain, kita harus berusaha untuk menjaga kalimat
syahadatain yang kita ucapkan dari kondisi kendor (futur) atau melemah. Lebih
jauh lagi, kalimat Laa ilaaha illallah tidak mungkin kita aplikasikan kecuali
dengan dua hal, yaitu terpenuhinya syarat-syarat syahadatain, dan tidak adanya
hal-hal yang membatalkan syahadatain. Untuk itu, kita perlu mengetahui apa saja
syarat-syaratnya agar kalimat syahadatain kita dapat diterima Allah SWT, dan
hal-hal apa saja yang dapat membatalkannya.
Syarat Syahadatain "Syarat" adalah
sesuatu yang tanpa keberadaannya, maka yang disyaratkannya itu tidak sempurna
atau tidak dapat terealisasi. Jadi, jika kita mengucapkan dua kalimat syahadat
tanpa memenuhi syarat-syaratnya, bisa dikatakan syahadat itu tidak sah.
Syarat
syahadatain itu sendiri ada tujuh, yaitu:
1.
Pengetahuan (lawan dari kebodohan)
2.
Keyakinan (lawan dari keragu-raguan)
3.
Keikhlashan (lawan dari kemusyrikan)
4.
Kejujuran (lawan dari kebohongan)
5.
Kecintaan (lawan dari kebencian)
6.
Penerimaan (lawan dari penolakan)
7.
Ketundukan (lawan dari pengingkaran)
Pertama : Pengetahuan
(lawan dari kebodohan)
Manusia
yang menyatakan sesuatu, tentu harus mengetahui dan memahami dahulu apa yang
dia ucapkan, begitu juga dengan syahadatain. Seseorang yang bersyahadat, harus
memiliki pengetahuan tentang syahadatnya. Dia wajib memahami isi dari dua
kalimat yang dia nyatakan itu, serta bersedia menerima konsekuensi ucapannya.
Orang-orang yang bodoh (jahil) tentang makna syahadatain, tidak mungkin dapat
mengamalkannya. Contohnya yaitu dalam kalimat Laa ilaaha illallah. Kita harus
pahami bahwa kalimat ini mencakup dua dimensi, yaitu penafikan (Laa ilaaha =
tiada ilah) dan penetapan (illallah = selain Allah). Artinya, kita harus
mengetahui bahwa dimensi penafikan di sini berarti penolakan terhadap semua
sembahan selain Allah. Dan dimensi penetapan dalam kalimat ini adalah penetapan
bahwa hak Uluhiyah (ketuhanan / yang disembah) hanya bagi Allah semata. Allah
SWT berfirman: "Maka ketahuilah bahwa tiada tuhan selain Allah." (QS.
Muhammad: 19) Allah SWT juga menfirmankan hal serupa dalam ayat lain, antara
lain di Al Qur'an surat Ali Imran ayat :18. Lawan dari pengetahuan ini adalah
ketidaktahuan akan makna syahadat (kebodohan). Mempelajari hal ini merupakan salah
satu kunci mendapatkan rahmat dari Allah dan mendapatkan kebaikan. Dalam suatu
hadits, Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa meninggal, sedang ia
mengetahui bahwa tidak ada tuhan yang
disembah kecuali Allah, ia masuk surga." (Hadits, dalam As Shahih diriwayatkan
dari Usman RA.)
Kedua : Keyakinan
Keyakinan
di sini berarti mengetahui dengan sempurna makna dari syahadat tanpa sedikitpun
keraguan terhadap makna tersebut. Artinya, seseorang yang bersyahadat mesti
meyakini ucapannya dengan makna yang sebenarnya, tanpa ragu sedikitpun.
Dalam
Al Qur'an Allah berfirman: "Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu
hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka
tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada
jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar." (QS. Al Hujurat: 15).
Artinya, lawan dari keyakinan adalah keraguan. Keyakinan akan membawa seseorang
kepada keistiqomahan, sedangkan keraguan akan menimbulkan kemunafikan.
Dalam
Hadits, juga dinyatakan sebagai berikut: Dari Abu Hurairah RA Rasulullah SAW
bersabda, "Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah. Tidak ada
seorang hamba yang bertemu dengan Allah dengan dua kalimat ini dan tidak ragu
tentang kedua-duanya, kecuali masuk surga." (HR. Muslim)
Ketiga: Keikhlashan
Istilah
"keikhlashan" diambil dari kata "susu murni" (al laban al
khalish), yang maksudnya tidak lagi dicampuri kotoran yang merusak kemurnian
dan kejernihannya. Artinya, ikhlash berarti bersihnya hati dari segala sesuatu
yang bertentangan dengan makna syahadat. Dengan demikian, ucapan syahadat mesti
diiringi dengan niat yang ikhlash, lillahi ta'ala. Ucapan yang bercampur dengan
riya' atau kecenderungan tertentu tidak akan diterima Allah SWT. Allah SWT
berfirman: "Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah
dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang
lurus..." (QS. Al Bayinah : 5). Syahadat sendiri merupakan bagian dari
ibadah, oleh karena itu harus dilakukan dengan ikhlash. Dan ikhlash, merupakan
lawan dari kemusyrikan. Setiap perbuatan yang mengandung kemusyrikan, maka akan
menghapus amal perbuatan itu sendiri. Dan orang yang melakukannya menderita
kerugian, karena pekerjaannya sia-sia tidak bermakna. Dan tidak ikhlash juga
berarti mengadakan tandingan-tandingan selain Allah SWT selain tuhannya. Allah
SWT berfirman: "Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada
(nabi-nabi) yang sebelummu. "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya
akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi."
(QS. Az Zumar : 39).
Keempat : Kejujuran
Dalam
hal ini, kejujuran adalah bahwa "lahirnya" tidak boleh menyalahi
"batinnya". Keduanya harus saling sesuai dan sejalan, yaitu antara
lahir dan batinnya, antara ilmu dan amalnya, antara apa yang ada di dalam
hatinya dengan apa yang dikerjakan oleh raganya. Oleh karena itulah pernyataan
syahadat harus dinyatakan dengan lisan, diyakini dalam hati, lalu
diaktualisasikan dalam amal perbuatan. Rasulullah SAW bersabda: "Siapa
yang mengucapkan: "Tiada tuhan selain Allah" dengan jujur dalam
hatinya, maka ia akan masuk surga." (HR. Bukhari). Allah SWT berfirman:
"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan
kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah
orang-orang yang mendapat petunjuk." (QS. Al An'am: 82)
Lawan
dari sikap ini adalah kebohongan yang melahirkan kemunafikan, yaitu menampakan
sesuatu yang sebenarnya tak ada dalam hatinya. Atau bahwa ia menyimpan
kekufuran dalam batinnya, tetapi menampakkan iman dalam lisan dan raganya.
Kejujuran dan kemunafikan diuji melalui cobaan. Cobaan ini akan menjadi seleksi
bagi seseorang. Sejarah menunjukkan bahwa cobaan merupakan cara untuk
mengetahui siapa yang betul-betul berjuang di jalan Allah, dan siapa yang tidak
bersungguh-sungguh berjuang. Dalam hal ini, Allah SWT berfirman: "Di
antara orang-orang mu'min itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah
mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di
antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak merubah
(janjinya)." (QS. Al Ahzab : 33)
Kelima : Kecintaan
Kecintaan
dalam hal ini yaitu mencintai Allah dan Rasul-Nya. Dan juga mencintai
orang-orang yang beriman. "...Adapun orang-orang yang beriman amat sangat
cintanya kepada Allah..." (QS. Al Baqarah : 165) .
Cinta
kepada Allah SWT yang teramat sangat, merupakan sifat utama orang yang beriman.
Mereka juga membenci apa saja yang dibenci oleh Allah SWT. Cinta juga berarti
rasa suka yang dapat melapangkan dada. Ia merupakan ruh dari ibadah, sedangkan
syahadatain merupakan ibadah yang paling utama.
Dengan
rasa cinta ini, segala perintah dan larangan akan terasa ringan, tuntutan dari
syahadatain akan terasa ringan. Seseorang yang beriman, akan melimpahkan
cintanya terlebih dahulu kepada Allah SWT, Rasul-Nya, dan jihad, sebelum
mencintai yang lainnya. "Katakanlah: "Jika bapak-bapak, anak-anak,
saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu
usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang
kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad
di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya". Dan
Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik." (QS. At
Taubah: 9)
Dan
jika seseorang ingin merasakan manisnya iman, maka ada baiknya pahami hadits
berikut ini: "Tiga hal, yang barangsiapa dalam dirinya ada ketiganya, akan
mendapatkan manisnya iman, bila Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada
selain keduanya, bila seseorang mencintai seseorang yang lain, ia tidak
mencintainya kecuali karena Allah; dan apabila ia tidak ingin kembali kepada
kekafiran setelah Allah menyelamatkan dirinya dari kekufuran itu sebagaimana ia
tidak ingin dijebloskan ke dalam neraka." (HR. Bukhari).
Cinta
itu juga harus disertai amarah. Yaitu kemarahan terhadap segala sesuatu yang
bertentangan dengan syahadat, atau dengan kata lain, semua ilmu dan amal yang
menyalahi sunnah Rasulullah SAW. Selain itu ia juga murka terhadap para pelaku
atau pembawa ajaran dengan segala ilmu dan amal yang mereka bawa. Rasulullah
SAW bersabda: "Ikatan iman yang terkuat adalah cinta karena Allah dan
marah karena Allah." (HR. Thabrani dari Ikrimah dan Ibnu Abbas). Lawan
dari kecintaan adalah kebencian.
Keenam : Penerimaan
Penerimaan
di sini yaitu kerendahan dan ketundukan, serta penerimaan hati terhadap segala
sesuatu yang datang dari Allah dan Rasul-Nya. Dan hal ini harus membuahkan
ketaatan dan ibadah kepada Allah SWT, dengan jalan meyakini bahwa tak ada yang
dapat menunjuki dan menyelamatkannya kecuali ajaran yang datang dari syariat
Islam. Allah SWT berfirman: "Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu'min
dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah
menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang
urusan mereka." (QS. Al Ahzab: 36) Artinya, bagi seorang muslim tidak ada
pilihan lain kecuali Kitabullah (Al Qur'an) dan Sunnah Rasul. Dan mukmin
sendiri adalah mereka yang berhukum kepada Rasul Allah SWT dalam seluruh
persoalannya, dan ia menerima secara total keputsan Rasul, tanpa ragu-ragu
sedikitpun.
Allah
SWT berfirman: "Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman
hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan,
kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap
putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya." (QS. An
Nisaa: 65).
Dalam
Al Qur'an surat An Nur ayat 51, Allah SWT juga menfirmankan hal serupa. Lawan
dari penerimaan di atas adalah penolakan atau pembangkangan. Yaitu membangkang
dan berpaling dari ajaran-ajaran Rasulullah SAW dengan hatinya, sehingga ia
tidak ridho dan tidak menerima ajaran-ajaran tersebut. Allah menggambarkan
orang-orang seperti itu dalam ayat berikut ini: "Dan barangsiapa berpaling
dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami
akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta". Berkatalah ia: "Ya Tuhanku, mengapa
Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah
seorang yang melihat?" Allah berfirman: "Demikianlah, telah datang
kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari
ini kamupun dilupakan"." (QS. Thoha: 124-126)
Ketujuh : Ketundukan
Pernyataan
syahadat harus diiringi dengan ketundukan. Ketundukan yaitu tunduk dan
menyerahkan diri kepada Allah dan Rasul-Nya secara lahiriyah. Artinya, kita
harus mengamalkan semua perintah-Nya dan meninggalkan semua larangan-Nya.
Perbedaan antara "penerimaan" (yang sudah dijelaskan di atas) dengan "ketundukan"
yaitu bahwa penerimaan merupakan pekerjaan hati, sedangkan ketundukan pekerjaan
fisik. Dalam suatu hadits, dinyatakan: Dari Abi Muhammad Abdillah bin 'Amr bin
Al 'Ash RA, berkata, Rasulullah SAW bersabda: "Tidaklah beriman salah
seorang di antara kalian, sehingga hawa nafsunya tunduk kepada ajaran yang aku
bawa." Oleh karena itu, setiap muslim yang bersyahadat selalu siap
melaksanakan ajaran Islam yang merupakan aplikasi syahadatain. Ia bertekad dan
menentukan agarkan hukum dan undang-undang Allah SWT berlaku pada dirinya,
keluarganya, maupun masyarakatnya. Dengan kata lain, seseorang yang mengucapkan
syahadat, berarti dia juga harus mengaplikasikannya dalam amal sholeh. Dan
Allah akan membalasnya dengan pahala yang lebih baik dari apa yang mereka
kerjakan. Allah SWT berfirman: "Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh,
baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan
Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik [839] dan sesungguhnya akan Kami
beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah
mereka kerjakan." (QS. An Nahl : 16) Lawan dari ketundukan adalah
pengingkaran, yaitu tidak mau melakukan apa yang diperintahkan Allah atau
sebaliknya, justru mengerjakan apa yang dilarang-Nya. Seseorang yang bersyahadat adalah orang-orang
yang tunduk dan taat kepada Allah. Setiap muslim yang telah memenuhi
syarat-syarat syahadat di atas, maka akan timbul di dalam dirinya sikap rela
dan ridho untuk diatur oleh Allah SWT, Rasulullah, dan Islam, dalam kehidupan
mereka sehari-hari, dan dalam setiap keadaan.
No comments:
Post a Comment