Terjemah
Arti:
Mereka
itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan
mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk
Tafsir : Abu
Bakar Jabir al-Jazairi, pengajar di Masjid Nabawi
Makna kata :
{ الصلوات } ash-Shalawat :
Kata Shalawat bentuk jamak dari shalat, arti shalawat dari Allah di sini adalah
ampunan, karena digandengkan dengan kata rahmat.
{ وَرَحۡمَةٞۖ } Rahmat :
Rahmat merupakan pemberian nikmat, yaitu dengan mendatangkan sesuatu yang
menyenangkan dan mencegah sesuatu yang membahayakan. Rahmat yang paling besar
adalah masuk ke dalam surga dan selamat dari api neraka.
{ ٱلۡمُهۡتَدُونَ } al-Muhtaduun :
Orang yang mendapatkan petunjuk menuju kebahagiaan dan kesempurnaan hidup
dikarenakan keimanan dan lulus dari ujian Allah, serta bersabar di atas hal itu
semua.
Makna
ayat :
Pada ayat 157 Allah Ta’ala memberikan
kabar gembira kepada mereka orang-orang yang bersabar, dengan ampunan terhadap
dosa-dosa mereka dan mendapatkan rahmat dari Rabbnya. Dan merekalah orang-orang
yang mendapatkan petunjuk untuk memperoleh kebahagiaan dan kesempurnaan hidup.
Allah Ta’ala berfirman “Merekalah yang mendapatkan keberkahan yang sempurna dan
rahmat dari Rabbnya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.”
TAMBAHAN
:
Meraih
Kebahagiaan dan Kesempurnaan Hidup
Manusia dalam
sejarahnya pernah benar dan salah. Sementara Allah selalu Maha Benar. Banyak
rambu-rambu kehidupan , kurang ditaati manusia, hingga seakan-akan tak
diperlukan lagi. Iblis pun menjadi ringan tugasnya, karena banyak manusia
menjelma menjadi iblis yang nyata.
Menuju
kesempurnaan hidup, haruslah dengan bersih, suci, dan menjalankan kehidupan
juga harus dengan kesucian hati, pikiran, fisik, hingga pakaian. Jabatan dan
harta kekayaan harus bersih dan selalu dibersihkan. Sebab, yang suci/bersih
akan bersih, dan yang kotor pasti akan kotor. Padahal Allah hanya menyukai
hal-hal yang bersih.
Sebagai syarat
keberhasilan, keteladanan umam Islam menjadi kewajiban utama. Tanpanya akan
sulit tuntunan/ajaran Islam masuk ke dalam hati umat manusia. Cinta bisa masuk
meski pintu tertutup karena jendela-jendela hidayah diterima, diterobos oleh
hati-hati yang bercinta. Hanya hidayah dari Allah yang berperan menentukan
cinta dan mengarahkannya pada Yang Maha Suci.
Hasil kurang
maksimal yang digapai oleh kaum tua dalam mendidik generasi muda harus
menyadarkan semua pihak. Mental-mental colonial, watak ketergantungan yang
sudah kumal dan kuno, sudah saatnya dihilangkan. Apalagi ketergantungan umat
kepada selain Allah dan ajaran-Nya.
Butuh
keteguhan, kesungguhan, dan kesadaran hidup agar upaya ini menjadi nyata. Ujian
dan musibah jangan menjadi halangan. Karena khusus orang-orang pilihan, harus
mengalami langsung ujian dan musibah.
Terlebih
kemurnian syahadat, kekhusyukan shalat, keikhlasan zakat, kesucian puasa,
kesempurnaan haji, kejujuran usaha, keadilan dalam menghukumi, keteladanan
mendidik, dan lain-lain, pasti diuji oleh seribu satu godaan.
Kebendaan,
kebebasan, kemaksiatan terbuka luas, janganlah ia menjadi alasan untuk
menghancurkan jati diri, harga diri, kesehatan, dan masa depan diri sendiri,
keluarga, maupun Negara.
Jangan karena
krisis iman digadaikan, bangsa diperjualbelikan kepada pihak yang tak suka umat
beriman, atau hati nurani diserahkan kepada setan/iblis hanya untuk kelezatan
sekejap. “Bahkan
manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri, meskipun ia mengemukakan
alasan-alasannya.” (QS al-Qiyamah/75: 14 dan 15)
Banyak
kalangan ingin menyelesaikan masalah, tapi justru mendatangkan masalah baru.
Membersihkan malah dengan kotoran, memperbaiki justru dengan keburukan.
Ada pula yang
merasa paling suci, paling benar tak mau menerima pendapat atau kehadiran orang
lain, sehingga ia kembali ke pojok-pojok kecil dalam dunia dan tak punya peran
di tengah luasnya kemajuan masyarakat. Ia hanya menjadi makanan umpuk bagi para
petualang, bunglon, dan tikus-tikus berjenggot bermain voli, getol bersilat
lidah berebut gengsi.
Yang paling
bahagia hanyalah umat yang selalu sadar sejak awal hingga akhir. Karena di
sanalah Allah bersama malaikatnya menyertai. Bumi yang luas ini menjadi sempit
karena watak kebinatangan itu. Orang congkak tak mau dikalahkan, tak mau
diungguli, apalagi tak mau diajar. Sementara orang kecil malah minder, tak
punya pegangan, hidup terus bergantung kemana saja. Manusia sering membuat
aturan atau undang-undang untuk menjaga keselamatan pribadi, bukan untuk nilai
bagi masyarakat luas.
Islam itu
ringan, simple, dan mudah. Hanya saja, manusia dengan ketergantungannya pada
situasi malah sering mempersulitnya. Maka umat harus meninggalkan itu, karena
acapkali menjadi setan. Jangan sampai kita dijajah oleh situasi maupun
rutinitas ciptaan manusia. Ada keharusan mengkondisikan diri dalam perubahan
situasi apapun. Agar SDM berkembang tanpa meninggalkan syariat, nilai, dan
moral spiritual kemanusiaan yang sempurna.
Umur tak bisa
ditawar. Maka istighfar dan tobat harus terus dilakukan. Bukan musim-musiman,
harian, mingguan, bulanan, apalagi tahunan. Setelah ini, insyaallah tak ada
lagi alasan untuk tidak giat dalam proses peningkatan keimanan dan ketakwaan,
agar ibadah kita lebih mantap dan kuat. Serta dapat mengisi sisa umur dengan
amal shalih dan perbuatan nan bermanfaat sesuai ajaran agama.
Bukan waktunya
lagi malu atau takut menyatakan dan melakukan tuntunan keislaman. Ya Allah,
tunjukanlah kami, keluarga kami, jamaah kami, bangsa kami, umat kami, bahwa
benar itu benar dan yang batil itu batil. Dan berilah kami kekuatan lahir dan
batin menjalankan, memperjuangkan, menghindari dan menentangnya
Sumber :
https://tafsirweb.com/
https://muslim.or.id/
Sumber :
https://tafsirweb.com/
https://muslim.or.id/
No comments:
Post a Comment